Housman Baboe dan Arnold Baboe |
Housmann Baboe (ada yang menulis Hausman Baboe dan Hausmann Baboe), lahir di desa Hampatong , Kuala Kapuas (Kalimantan Tengah) tahun 1880 (1881 ,menurut TT Suan). Ayahnya bernama Joesoea Baboe dan Ibu bernama Soemboel (anak dari Patih Andoeng). Hausman Baboe merupakan cucu dari Tamanggung Ambo Nikodemus. ( Tamanggung Ambo Nikodemus di ceritakan MTH Perelaer dalam bukunya Borneo van Zuir Naar Noord/Borneo from South to North. Dan dalam Buku yang ditulis oleh Marko Mahin dengan judul Temanggung Ambo Nikodemos Jaya Negara). Housmann Baboe merupakan anak ke enam dari sembilan bersaudara yaitu : Demen Baboe, Arnold Baboe, Martina Baboe, Enoes Baboe, Efrain Baboe, Housmann Baboe, Yohan Baboe, Raginae Baboe dan Magdalena Baboe [*1]. Housmann Baboe termasuk orang yang beruntung karena dapat mengenyam pendidikan pada masa itu. Sekolah yang dimasukinya adalah sekolah Zending yang berada di Hampatong, Kuala Kapuas.
Karirnya dalam bidang Jurnalistik diawali pada tahun 1905 sebagai wartawan di Harian Sinar Borneo dan Harian Harapan (1914). Tahun 1913 membantu majalah tengah bulanan yaitu "Barita Bahalap" yang diterbitkan di Kuala Kurun atau surat kabar pertama di Kalimantan Tengah sekarang (di masa kekuasaan Belanda di Kalimantan disebut Afdeling Kapoeas–Barito). Tahun 1920 Housmann Baboe mendirikan Koperasi Dagang Dayak untuk menghadapi pemodal-pemodal Cina. Housmann Baboe, juga diangkat menjadi pegawai birokrasi Pemerintah Hindia Belanda di jajaran Ambetenaar Inlandsch Bestuur (AIB), Pejabat Pangareh Praja memegang jabatan Kepala Pemerintahan Distrik (Districthoofd) yang dinamai Kiai. Housmann Baboe pernah bertugas di kawasan Keresidenan Timur dan Selatan Pulau Kalimantan : Pasir (Kalimantan Timur), Kuala Kurun, Kuala Kapuas[*2] dan Banjarmasin. Karena kesibukannya dalam perjuangan pergerakan kebangsaan, maka bulan Februari 1922, ia berhenti bekerja pada Dinas Pemerintahan Belanda[*3].
Selama menjabat sebagai kepala Distrik Kuala Kapuas, Housmann Baboe berhasil mendirikan sekolah yaitu Hollandsche Dajak School yang terletak di desa Hampatong di pinggir Sungai Murung dengan kepala sekolah pertama Mahir Mahar (saat ini berubah fungsi menjadi gudang penggilingan dan penyimpanan padi). Sekolah yang didirikan tanpa didukung dana dan SDM dari pemerintah Belanda. Selain itu juga mendirikan sekolah dasar swasta di daerah Mentangai. Sekolah-sekolah ini diperuntukan bagi orang Dayak agar mampu menghasilkan orang-orang yang berpikiran kritis. Dan beliau juga menjadi salah satu penggagas Organisasi Dayak pertama di Kalimantan yaitu Sarikat Dayak tahun 1919 (M. Lampe, Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian L. Kamis, Tamanggung Toendan, Achmad Anwar, Housman Baboe dan Mohamad Norman) yang kemudian berubah menjadi Pakat Dayak tahun 1926 (karena Pakat yang artinya Persatuan lebih mudah diterima kalangan Suku Dayak). Pada tahun 1926, Housmann Baboe sempat menerbitkan Surat kabar Harian "Soeara Borneo" di Banjarmasin bersama-sama Mohamad Horman, Saleh Ba’ala dan Amir Hassan Bondan (H.Arsyad Manan, 1972:4).
Melalui pemikiran Housmann Baboe yang memandang perlu dilakukan pertemuan, pada tahun 1923-1924 didirikan Nationaal Borneo Congres di Banjarmasin yang diikuti oleh seluruh wakil lokal Sarikat Islam yang berada di Karesidenan Selatan dan Timur Borneo serta wakil dari Sarikat Dayak (yang kemudian berubah tahun 1926 menjadi Pakat Dayak). Pertemuan itu menghasilkan mosi kepada pemerintah Belanda. Pada kongres Sarekat Islam di Banjarmasin ini, Housmann Baboe diberi kuasa untuk menyampaikan mosi kepada Gubernur Jenderal Belanda dan Majelis Voklksraan dengan isi antara lain: Bea impor 8% dari tanaman rotan dihapuskan, karena sudah dikenakan pajak pendapatan, dan pengembalian uang pajak penyembelihan yang diambil pemerintah Belanda yang diambil secara tidak sah (Permohonan ini datang dari masyarakat Kuala Kapuas dan tanah Dayak). Sedangkan masyarakat Muara Teweh dan Dusun Tengah merasa keberatan dengan pembukaan tambang batu bara di daerah tersebut untuk perusahaan asing, karena dikuatirkan merusak pertambangan rakyat dan merusak tanaman rakyat. Meminta agar di Kuala Kapuas didirikan HIS dan Sekolah Gobernemen Kelas III. Selain itu membuat Nota Protes terhadap pelarangan kedatangan HOS Tjokroaminoto ke Banjarmasin ( HOS Tjokroaminoto merupakan Sahabat dan teman bertukar pikiran Hausmann Baboe).
Di Banjarmasin pada tahun 1926, Housmann Baboe mendirikan Kantor Berita yang menurut H.Arsyad Manan, adalah kantor berita pertama di Indonesia /Hindia Belanda, waktu itu bernama BORPENA (Borneosche Pers en Nieuws Agentschap)[*3].Pada tahun 1928, BORPENA berganti nama menjadi KALPENA (Kalimansche Pers en Nieuws Agentschap). Kantor Berita KALPENA tutup pada akhir 1930 karena kalah bersaing dengan Kantor Berita Belanda ANETA (Algemeen Nieuws en Telegraf Agentschap).Sebelum KALPENA berhenti terbit, pada tahun 1929, di Kuala Kapuas, Housmann Baboe dan kawan-kawannya menerbitkan Majalah Bulanan Soeara Pakat. Majalah Bulanan Soeara Pakat merupakan majalah resmi Sarikat Dajak, sebuah organisasi orang-orang Dayak yang didirikan pada tanggal 18 Juli 1919 di Kuala Kapuas. Sarikat Dajak waktu didirikan diketuai oleh M. Sababoe (Spener Sandan, in: Barita Bahalap, Nomor 19 Bulan September 1919).
Pada tahun 1926 Sarikat Dayak berubah nama menjadi Pakat Dajak, ketua kepengurusan beralih dari M. Sababoe ke Housmann Baboe. Majalah Soeara Pakat (Soeara Dayak) yang semula berkedudukan di Kuala Kapuas, pada tahun 1934 (ada juga yang menulis 20 Agustus 1938?) dipindahkan ke Banjarmasin. Di kota ini selanjutnya Majalah Soeara Pakat dipimpin oleh E.S. Handuran bersama-sama Badan Pengasuh dan para wartawan generasi muda Suku Dayak terkemuka, yaitu M. Mahar; C. Luran, Chr. Nyunting, Nona Bahara Nyangkal dan Tjilik Riwut. Majalah Soeara Pakat banyak menyuarakan semangat dan cita-cita kebangsaan yang menjadi dasar perjuangan Pakat Dajak.
Selama aktif dalam bidang jurnalistik (sampai 1937), Housmann Baboe tidak pernah meminta imbalan (gaji atau honor) , kehidupannya dilalui dengan berdagang, dibantu menantunya Kawit Dau. Usaha yang dilakukannya adalah membeli keramik dan barang-barang antik milik orang Dayak di pedalaman : seperti kulit buaya, ular dan biawak dan juga hasil bumi. Barang-barang tersebut kemudian dijual ke Surabaya dan pulangnya membeli barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat Dayak. Usahanya cukup berhasil sehingga dapat memiliki sebuah rumah besar di daerah Pekapuran, Banjarmasin. Tercatat Housmann Baboe menjadi orang pertama di Banjarmasin yang memiliki mobil dan supir pribadi. Housmann Baboe juga memiliki kapal motor dengan nama Edna, yang digunakan untuk menjalankan usahanya.
Pada bulan Agustus 1943, Housmann Baboe ditangkap oleh Keibitai (pasukan Polisi Militer Jepang) di Kuala Kapuas. Dipenjara di Fort Tatas (sekarang menjadi Mesjid Sabilal Muhtadin). Disiksa secara kejam bersama-sama para tawanan antara lain Dr.B.J.Haga, Gubernur Borneo, dr. Visser berkebngsaan Swiss dokter Zending dan Kepala Rumah Sakit Umum Gereja Dayak Evangelis (RSU-GDE) Kuala Kapuas. Kemudian pada tanggal 20 Desember 1943, Hausmann Baboe bersama-sama dengan 250 orng lainnya , termasuk B.J.Haga dan dr Visser, dibunuh oleh Keibitai Jepang dengan tuduhan melakukan subversi (Marko Mahin, 2006:78-81 dan Lampiran artikel Gerry van Klinen, hlm-hlm 30-31).
Daftar korban kekejaman Jepang C.M. Vischer (umur 47), S. Raden Soesilo (umur 50), Antiro Santeago Pereira (umur 53), Cosa Kakarico, L.J. Brandon (umur 50), G.D.E. Braches (umur 40), Housman Baboe (umur 53), Makaliwij (umur 37), Oe Ley Koey (umur 38), Phoa Hok Tjwan (umur 49), A. Roman (umur 26), A.C.W. Wardenier (umur 45), Den Hartog (umur 35), Y. De Vries (umur 33), orang Belanda, W.A. Verpalen (umur 36), M.C. Bais (umur 34), Beukers (umur 39), L.W.Y. Bouhuis, Willem Philipsen (umur 37), G.J. Van der Kooi (umur 33), A.H.V.H. Linden (umur 31), N.G. Haga (umur 45), Betty Vischer (umur 43), Braches (umur 32), Nelina Verpalen (umur 36), dan Z.C. Reichert (umur 40). Di salah satu sumber di sebutkan bahwa tempat pembantaian diperkirakan adalah lapangan terbang Ulin, 28 km dari kota Banjarmasin, dimana telah didapati 150 buah tengkorak, 30 orang mati karena disiksa, 26 orang lagi termasuk 5 orang perempuan dan pegawai yang dilakukan Jepang pada 20 September 1943. Sampai saat ini Housmann Baboe tidak memiliki makam, karena jasadnya tidak dapat ditemukan.
Karirnya dalam bidang Jurnalistik diawali pada tahun 1905 sebagai wartawan di Harian Sinar Borneo dan Harian Harapan (1914). Tahun 1913 membantu majalah tengah bulanan yaitu "Barita Bahalap" yang diterbitkan di Kuala Kurun atau surat kabar pertama di Kalimantan Tengah sekarang (di masa kekuasaan Belanda di Kalimantan disebut Afdeling Kapoeas–Barito). Tahun 1920 Housmann Baboe mendirikan Koperasi Dagang Dayak untuk menghadapi pemodal-pemodal Cina. Housmann Baboe, juga diangkat menjadi pegawai birokrasi Pemerintah Hindia Belanda di jajaran Ambetenaar Inlandsch Bestuur (AIB), Pejabat Pangareh Praja memegang jabatan Kepala Pemerintahan Distrik (Districthoofd) yang dinamai Kiai. Housmann Baboe pernah bertugas di kawasan Keresidenan Timur dan Selatan Pulau Kalimantan : Pasir (Kalimantan Timur), Kuala Kurun, Kuala Kapuas[*2] dan Banjarmasin. Karena kesibukannya dalam perjuangan pergerakan kebangsaan, maka bulan Februari 1922, ia berhenti bekerja pada Dinas Pemerintahan Belanda[*3].
Selama menjabat sebagai kepala Distrik Kuala Kapuas, Housmann Baboe berhasil mendirikan sekolah yaitu Hollandsche Dajak School yang terletak di desa Hampatong di pinggir Sungai Murung dengan kepala sekolah pertama Mahir Mahar (saat ini berubah fungsi menjadi gudang penggilingan dan penyimpanan padi). Sekolah yang didirikan tanpa didukung dana dan SDM dari pemerintah Belanda. Selain itu juga mendirikan sekolah dasar swasta di daerah Mentangai. Sekolah-sekolah ini diperuntukan bagi orang Dayak agar mampu menghasilkan orang-orang yang berpikiran kritis. Dan beliau juga menjadi salah satu penggagas Organisasi Dayak pertama di Kalimantan yaitu Sarikat Dayak tahun 1919 (M. Lampe, Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian L. Kamis, Tamanggung Toendan, Achmad Anwar, Housman Baboe dan Mohamad Norman) yang kemudian berubah menjadi Pakat Dayak tahun 1926 (karena Pakat yang artinya Persatuan lebih mudah diterima kalangan Suku Dayak). Pada tahun 1926, Housmann Baboe sempat menerbitkan Surat kabar Harian "Soeara Borneo" di Banjarmasin bersama-sama Mohamad Horman, Saleh Ba’ala dan Amir Hassan Bondan (H.Arsyad Manan, 1972:4).
Melalui pemikiran Housmann Baboe yang memandang perlu dilakukan pertemuan, pada tahun 1923-1924 didirikan Nationaal Borneo Congres di Banjarmasin yang diikuti oleh seluruh wakil lokal Sarikat Islam yang berada di Karesidenan Selatan dan Timur Borneo serta wakil dari Sarikat Dayak (yang kemudian berubah tahun 1926 menjadi Pakat Dayak). Pertemuan itu menghasilkan mosi kepada pemerintah Belanda. Pada kongres Sarekat Islam di Banjarmasin ini, Housmann Baboe diberi kuasa untuk menyampaikan mosi kepada Gubernur Jenderal Belanda dan Majelis Voklksraan dengan isi antara lain: Bea impor 8% dari tanaman rotan dihapuskan, karena sudah dikenakan pajak pendapatan, dan pengembalian uang pajak penyembelihan yang diambil pemerintah Belanda yang diambil secara tidak sah (Permohonan ini datang dari masyarakat Kuala Kapuas dan tanah Dayak). Sedangkan masyarakat Muara Teweh dan Dusun Tengah merasa keberatan dengan pembukaan tambang batu bara di daerah tersebut untuk perusahaan asing, karena dikuatirkan merusak pertambangan rakyat dan merusak tanaman rakyat. Meminta agar di Kuala Kapuas didirikan HIS dan Sekolah Gobernemen Kelas III. Selain itu membuat Nota Protes terhadap pelarangan kedatangan HOS Tjokroaminoto ke Banjarmasin ( HOS Tjokroaminoto merupakan Sahabat dan teman bertukar pikiran Hausmann Baboe).
Di Banjarmasin pada tahun 1926, Housmann Baboe mendirikan Kantor Berita yang menurut H.Arsyad Manan, adalah kantor berita pertama di Indonesia /Hindia Belanda, waktu itu bernama BORPENA (Borneosche Pers en Nieuws Agentschap)[*3].Pada tahun 1928, BORPENA berganti nama menjadi KALPENA (Kalimansche Pers en Nieuws Agentschap). Kantor Berita KALPENA tutup pada akhir 1930 karena kalah bersaing dengan Kantor Berita Belanda ANETA (Algemeen Nieuws en Telegraf Agentschap).Sebelum KALPENA berhenti terbit, pada tahun 1929, di Kuala Kapuas, Housmann Baboe dan kawan-kawannya menerbitkan Majalah Bulanan Soeara Pakat. Majalah Bulanan Soeara Pakat merupakan majalah resmi Sarikat Dajak, sebuah organisasi orang-orang Dayak yang didirikan pada tanggal 18 Juli 1919 di Kuala Kapuas. Sarikat Dajak waktu didirikan diketuai oleh M. Sababoe (Spener Sandan, in: Barita Bahalap, Nomor 19 Bulan September 1919).
Pada tahun 1926 Sarikat Dayak berubah nama menjadi Pakat Dajak, ketua kepengurusan beralih dari M. Sababoe ke Housmann Baboe. Majalah Soeara Pakat (Soeara Dayak) yang semula berkedudukan di Kuala Kapuas, pada tahun 1934 (ada juga yang menulis 20 Agustus 1938?) dipindahkan ke Banjarmasin. Di kota ini selanjutnya Majalah Soeara Pakat dipimpin oleh E.S. Handuran bersama-sama Badan Pengasuh dan para wartawan generasi muda Suku Dayak terkemuka, yaitu M. Mahar; C. Luran, Chr. Nyunting, Nona Bahara Nyangkal dan Tjilik Riwut. Majalah Soeara Pakat banyak menyuarakan semangat dan cita-cita kebangsaan yang menjadi dasar perjuangan Pakat Dajak.
Selama aktif dalam bidang jurnalistik (sampai 1937), Housmann Baboe tidak pernah meminta imbalan (gaji atau honor) , kehidupannya dilalui dengan berdagang, dibantu menantunya Kawit Dau. Usaha yang dilakukannya adalah membeli keramik dan barang-barang antik milik orang Dayak di pedalaman : seperti kulit buaya, ular dan biawak dan juga hasil bumi. Barang-barang tersebut kemudian dijual ke Surabaya dan pulangnya membeli barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat Dayak. Usahanya cukup berhasil sehingga dapat memiliki sebuah rumah besar di daerah Pekapuran, Banjarmasin. Tercatat Housmann Baboe menjadi orang pertama di Banjarmasin yang memiliki mobil dan supir pribadi. Housmann Baboe juga memiliki kapal motor dengan nama Edna, yang digunakan untuk menjalankan usahanya.
Beberapa korban eksekusi oleh Jepang |
Pada bulan Agustus 1943, Housmann Baboe ditangkap oleh Keibitai (pasukan Polisi Militer Jepang) di Kuala Kapuas. Dipenjara di Fort Tatas (sekarang menjadi Mesjid Sabilal Muhtadin). Disiksa secara kejam bersama-sama para tawanan antara lain Dr.B.J.Haga, Gubernur Borneo, dr. Visser berkebngsaan Swiss dokter Zending dan Kepala Rumah Sakit Umum Gereja Dayak Evangelis (RSU-GDE) Kuala Kapuas. Kemudian pada tanggal 20 Desember 1943, Hausmann Baboe bersama-sama dengan 250 orng lainnya , termasuk B.J.Haga dan dr Visser, dibunuh oleh Keibitai Jepang dengan tuduhan melakukan subversi (Marko Mahin, 2006:78-81 dan Lampiran artikel Gerry van Klinen, hlm-hlm 30-31).
Daftar korban kekejaman Jepang C.M. Vischer (umur 47), S. Raden Soesilo (umur 50), Antiro Santeago Pereira (umur 53), Cosa Kakarico, L.J. Brandon (umur 50), G.D.E. Braches (umur 40), Housman Baboe (umur 53), Makaliwij (umur 37), Oe Ley Koey (umur 38), Phoa Hok Tjwan (umur 49), A. Roman (umur 26), A.C.W. Wardenier (umur 45), Den Hartog (umur 35), Y. De Vries (umur 33), orang Belanda, W.A. Verpalen (umur 36), M.C. Bais (umur 34), Beukers (umur 39), L.W.Y. Bouhuis, Willem Philipsen (umur 37), G.J. Van der Kooi (umur 33), A.H.V.H. Linden (umur 31), N.G. Haga (umur 45), Betty Vischer (umur 43), Braches (umur 32), Nelina Verpalen (umur 36), dan Z.C. Reichert (umur 40). Di salah satu sumber di sebutkan bahwa tempat pembantaian diperkirakan adalah lapangan terbang Ulin, 28 km dari kota Banjarmasin, dimana telah didapati 150 buah tengkorak, 30 orang mati karena disiksa, 26 orang lagi termasuk 5 orang perempuan dan pegawai yang dilakukan Jepang pada 20 September 1943. Sampai saat ini Housmann Baboe tidak memiliki makam, karena jasadnya tidak dapat ditemukan.
Housmann Baboe adalah sosok yang berani menentang kolonialisme dengan petisi dan mosinya serta menyelenggarakan rapat politik dan bersama-sama suku Dayak memperjuangkan nasibnya agar sejajar dengan suku lain. Nasionalisme dan integrasi Dayak dalam bingkai persatuan sudah muncul di masa Housmann Baboe dengan organisasi yang didirikannya yaitu Pakat Dayak. Kolaborasi Pakat Dayak dengan Sarekat Islam membawa Pakat Dayak melewati batas-batas etnisitas dan Agama. Indahnya persatuan tanpa sekat etnis dan Agama.
-Sebagai wujud penghargaan atas peran dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara, maka pemerintah Daerah Kalimantan Tengah berdasarkan surat keputusan Gubernur KDH Kalimantan Tengah Nomor 5/Pem.326-C.2-3 Tanggal 8 Mei 1962 , nama Housmann Baboe digunakan sebagai nama jalan di Kalimantan Tengah.
-Pada Peringatan Hari Pers/HUT PWI Ke-50 , tanggal 9 Februari 1996, Ketua PWI Cabang Kalteng menganugerahkan Piagam Penghargaan kepada tokoh Perintis Pers Kalimantan Tengah, HOUSMANN BABOE. Piagam Penghargaan diserahkan kepada yang mewakili kelurga Almarhum dalam sebuah upacara yang berlangsung di Balai PWI Kalimantan Tengah , Jalan R.T.A.Milono, Palangka Raya
Admin @PakatDayak 8 Maret 2014
*Keterangan
[1] Marko Mahin 2006, Housmann Baboe : Tokoh pergerakan Rakyat Dayak yang terlupakan , Jakarta : Keluarga Housmann Baboe.
[2] Karena pemikiran-pemikiran dari Housmann Baboe yang selalu berseberangan dengan pihak Kolonialisme Belanda dan secara rahasia mendukung protes terhadap pemerintahan kolonialisme di Sampit yang dipimpin Mohammad Taib, akhirnya Hausmann Baboe diberhentikan sebagai Kepala Distrik Kuala Kapuas. (Tokoh-tokoh Pejuang Kalimantan Tengah,Peran dan Pemikirannya, 2007: 22)
[3] Marko Mahin 2006, Housmann Baboe : Tokoh pergerakan Rakyat Dayak yang terlupakan.
[4] Sebagai catatan, Kantor Berita Nasional Antara didirikan di Jakarta pada tanggal 13 Desember 1937, 11 tahun setelah Kantor Berita BORPENA didirikan (H. Arsyad Manan, BORPENA, 1972: 4).
Sumber :
Marko Mahin 2006, "Housmann Baboe : Tokoh pergerakan Rakyat Dayak yang terlupakan , Jakarta : Keluarga Housmann Baboe."
Tokoh-tokoh Pejuang Kalimantan Tengah, Peran dan Pemikirannya, 2007
http://ronnypupu.blogspot.com/2008/11/nasionalisme-indonesia-dari-tanah-dayak.html
https://sites.google.com/site/keluargabesarbaboe/
http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2011/05/15/hausmann-baboe-perintis-pers-dari-kalimantan-tengah/
http://bubuhanbanjar.wordpress.com/2011/01/15/pembantaian-komplotan-haga-di-borneo-selatan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar