Kamis, 13 Maret 2014

Makna Ukiran pada Perisai Dayak Iban

Perisai Dayak Iban
Alkisah pada jaman dulu terdapat legenda Pengayau orang Iban, yakni Langindang dan Langkacang. Pada saat pertempuran sengit berlangsung , tubuh Langindang tiba-tiba bergidik melihat perisai Langkacang. Tubuhnya menjadi lemas . Ia pun ketakutan luar biasa karena perisai Langkacang yg bermotif Iban Laki-Laki. Lain dengan Langkacang, Ia tiba-tiba iba dengan Langindang ketika menatap perisai yang digunakan Langindang. Perisai Langindang yang bermotif Iban perempuan , malah menyurutkan semangat tempurnya, karena kasihan dengan musuh.
Legenda orang Dayak Iban tentang pertempuran Langindang dan Langkacang, menggambarkan keyakinan suku Dayak Iban pada motif-motif yang dilukis diatas perisai. Masing-masing motif disimbolkan sebagai Gergasi (mahluk supranatural). Bagi Dayak Iban, perisai untuk berperang mempunyai dua macam jenis ukiran, yakni Laki-laki dan Perempuan.


Perbedaan jenis ukiran ini bukan dipandang dari segi penggunaannya, namun dari segi pengaruh magisnya. Motif Ukiran Perisai Laki-laki dipercaya mempengaruhi orang agar lemah semangat, takut luar biasa ketika memandang motifnya. Sedangkan motif Perisai perempuan, bisa membuat orang yang melihatnya merasa iba dan timbul rasa kasihan.

Perisai laki-laki digambar dengan motif-motif Gergasi. Gergasi digambarkan sebagai raksasa , memiliki tenang yg kuat, raut wajah yang menakutkan serta sepasang matanya merah menyala dengan dua pasang taring runcing. Warna yang digunakan untuk menggambar motif ini didominasi warna merah darah. Pada jaman dahulu, para pengayau menggunakan darah musuh dan dicampur dengan warna buah rotan sebagai penambah warna perisai.

Sedangkan ukiran Perisai perempuan digambarkan Gergasi yang dibuat sedemikian rupa sehingga menggambarkan kelembutan, keramahan dan persahabatan. Walaupun dipersepsikan sebagai Gergasi, gambaran watak Gergasi Perempuan tidak sama dengan Gergasi Laki-laki. Warna yg digunakan dalam menggambar perisai perempuan kebanyakan warna cerah seperti, kuning dan Putih. Pada jaman Dahulu warna-warna tersebut diambil dari kunyit dan kapur sirih.

Bahan perisai harus terbuat dari Kayu Jeluntung, Kayu Liat atau kayu ringan lainnya. Ukuran tinggi perisai disesuaikan dengan tinggi sang pemakai/pemiliknya. Karena perisai menjadi benteng bagi pemakainya. Sekarang perisai hanya disimpan sebagai barang pusaka. Perisai-perisai yang lama diyakini mampu membentengi rumah dari mara bahaya. Sedangkan perisai yang baru fungsinya hanya menjadi hiasan rumah.

Tetapi amat disayangkan, dewasa ini tidak semua orang bisa memahami filosofi yg terkandung dalam motif perisai Dayak Iban ,yang merupakan hasil budaya sarat makna religius dan fungsi praktis. Karenanya filosofi perisai Dayak Iban harus diimplementasikan secara benar sebagai satu sikap pernghargaan terhadap budaya Dayak itu sendiri. Bukan hanya sekedar hiasan dinding belaka.

Diambil dengan seijin Penulis

Sumber :
Tradisi Lisan
Bambang Bider (Dayakologi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar